"WASPADA TREN PENURUNAN PRODUKSI BERAS DI INDONESIA" - HIMASEKTA FP-UNAND

Kamis, 25 Januari 2024

"WASPADA TREN PENURUNAN PRODUKSI BERAS DI INDONESIA"

 WASPADA TREN PENURUNAN PRODUKSI BERAS DI INDONESIA


Isu tentang ketererdiaan pangan negara tidak ada habisnya untuk dibahas, kebutuhan pangan yang semakin meningkat di dorong dengan melonjaknya populasi dunia yang makin bertambah membuat problema pangan seakan nyata di depan mata.

Indonesia sebagai negara agraris, maka tak heran beras menjadi bahan pokok yang mendominasi di sini. Tercatat sebesar 98,35% Masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dengan mengonsumsi nasi. Tak heran, isu terkait perubahan harga beras dan kuantitas produksi sangat krusial karena berhubungan dengan hidup matinya bangsa ini.

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan bahwa harga beras global bukan jadi isu utama yang mengkhawatirkan negara. Justru pemerintah harus waspada dengan tren penurunan produksi beras di Indonesia, ujarnya.

Dwi Andreas menuturkan bahwa sejak tahun 2015 sampai 2021, produksi beras terus turun. Penurunannya itu sampai 0,35%, cukup tinggi dan dalam rentang waktu tersebut. Produksi beras nasional sempat naik di tahun 2020. Namun, tidak terlihat signifikan karena hanya naik 0,07% lalu turun lagi di tahun 2021.

Dwi Andreas menambahkan bahwa kita kehilangan momentum menaikkan produksi di tahun 2020 dan 2021 yang memiliki kemarau basah, ada La Nina yakni fenomena alam yang terjadi secara periodik di Samudera Pasifik. Fenomena ini menyebabkan suhu muka laut di wilayah tersebut mengalami penurunan, sehingga udara terasa lebih dingin dari biasanya.

Dwi Andreas menyatakan bahwa dalam kurun waktu selama 20 tahun, produksi selalu naik signifikan, di atas 4% setiap ada La Nina. Baru kemarin produksi bisa turun, maka hal tersebutlah yang seharusnya menjadi persoalan darurat yang mesti di pecahkan oleh pemerintah. Dwi Andreas menyoroti pernyataan pemerintah yang menggembar-gemborkan absennya impor beras sejak tahun 2019.

Ia menuturkan bahwa saat itu stok pemerintah lumayan besar. Berasal dari impor di tahun 2018. Jadi, meski produksi turun di tahun 2019, tidak terlalu berdampak pada ketersediaan beras di tahun berikutnya karena tertutupi oleh stok beras Bulog yang sangat besar untuk sampai tahun 2020. Tahun 2021, negara Indonesia akan bergantung pada produksi murni negara karena stok eks-impor sudah makin menipis, disamping itu “pertumbuhan produksi beras di Indonesia saat ini tak lagi mampu mengejar laju pertambahan penduduk,” tambahnya.

Sementara itu, Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), akibat terjadinya degradasi lahan dimana luas panen padi yang semula berada pada angka sekitar 10,41 juta ha, mengalami penurunan sebanyak 245,47 ribu ha atau 2,30% dibandingkan luas panen padi di 2020 yang sebesar 10,66 juta ha.

Hal tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan produksi padi pada tahun 2021 yakni 54,42 juta ton gabah kering giling (GKG) yang mengalami penurunan sebanyak 233,91 ribu ton atau 0,43% dibandingkan produksi padi tahun 2020 yang sebesar 54,65 juta ton GKG," demikian mengutip BPS tentang Angka Tetap Produksi Padi tahun 2024, dikutip Selasa (14/6/2022).

Pada tahun 2021, produksi beras untuk kebutuhan makanan penduduk mencapai 31,3 juta ton, mengalami penurunan sebesar 140,73 ribu ton atau 0,45% dibandingkan dengan produksi beras tahun 2020 yang mencapai 31,50 juta ton.

Menurut Departemen Pertanian AS (USDA), produksi beras global pada tahun 2022/2023 diperkirakan akan menurun sebesar 2,0 juta ton menjadi 702,7 juta ton. Hal ini disebabkan oleh kurangnya stok awal di India. Stok akhir beras di dunia diperkirakan susut 2,8 juta ton menjadi 183,4 juta ton pada 2022/2023. Angka itu anjlok 4,6 juta ton dari posisi rekor tahun 2020/2021.

USDA meramalkan bahwa produksi beras Indonesia pada tahun 2021/2022 turun dari 34,5 juta ton pada tahun 2020/2021 menjadi 34,4 juta ton pada tahun 2022. Namun, area penanaman diperkirakan meningkat.

Dengan peningkatan produktivitas per hektar, produksi beras Indonesia diharapkan meningkat pada tahun 2022/2023. Dengan demikian, produksi beras diperkirakan mencapai 24,6 juta ton.

Sebaliknya, Dwi Andreas mengatakan bahwa meskipun mereka mengalami kerugian, petani dalam kondisi lahan yang terbatas tetap berusaha untuk tetap menanam padi.

Harga beras tidak lebih dari Rp7.000, tetapi biaya produksinya sudah mencapai Rp8.300. Ia berkata bahwa "Petani dengan lahan terbatas tetap bertahan meskipun mengalami kerugian."

Menurut Dwi Andreas, lonjakan biaya produksi beras ini juga dipicu oleh naiknya harga pupuk sehingga secara signifikan memicu kenaikan biaya produksi.


DIVISI IT & JURNALISTIK

HIMASEKTA FP UNAND


Sumber :

Cindy Mutia Annur, 20 April 2023 Produksi Padi Indonesia Cenderung Menurun dalam 10 Tahun Terakhir. Databoks

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia 14 Juni 2022 Waspada Krisis Pangan, Produksi Beras RI Ternyata Turun Terus. CNBC Indonesia

Mae, CNBC Indonesia 14 October 2023 98% Warga RI Makan Beras, Harga Mahal-Bikin Miskin Tetap Beli. CNBC Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar